Senin, 20 Juni 2011

Mandiri melalui SMK

Mandiri melalui SMK

“ Pekerjaan bukanlah tujuan akhir dari kehidupan manusia tetapi sebagai sarana dari perwujudan kemanusiaan seseorang. “ (Tilaar: 34)
Dari sebuah cuplikan di buku Kebijakan Pendidikan tersebut, Saya mulai berfikir, hakikat pendidikan di Indonesia mulai mengalami kegoyahan. Kalaulah Fungsi pendidikan hanya untuk mendidik siswa menjadi seorang pekerja, bukannya Ki Hajar Dewantara Bapak Pendidikan kita, telah mengajarkan asas kemandirian?
Asas tersebut tercantum dalam roh  taman siswa: 1. Asas Kemandirian Manusia, 2. Asas Among, 3. Asas Kebudayaan. Berbekal dengan ketiga asas tersebut, pemerintah harusnya dalam membuat kebijakan bisa berdasarkan 3 asas tersebut. Untuk apa menjadikan Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan, kalau kita tidak menjadikan titah beliau sebagai landasan dalam membuat kebijakan?
Dalam mencermati kebijakan yang diambil oleh pemerintah, kelompok kami akan berpegang pada ketiga asas tersebut. Pun dengan kebijakan pemerintah tentang perbandingan SMA-SMK mencapai 30:70 sampai 2015. Yang mana kebijakan tersebut diambil dengan maksud mengurangi angka pengangguran. Pertanyaan yang muncul sekarang ini apakah dengan adanya sebegitu banyak SMK akan mengurangi pengangguran? Dan apakah sudah tepat kebijakan tersebut diambil oleh pemerintah?
Menurut Laporan Bank Dunia tentang keberhasilan lulusan SMK dalam Pasar Langangan kerja ditemukan beberapa bukti:
1.      Lulusan SMA dan SMK memiliki tingkat keterserapan pada lapangan pekerjaan yang sama.
2.      Lulusan SMA dan SMK memiliki tingkat penghasilan, angka pengangguran, dan angka pekerja sektor formal yang sama. Kecuali Laki-laki lulusan SMK negeri.
3.      Pelaksanaan kebijakan 70:30 mempunyai efek negatif pada murid2 dengan kemampuan akademik yang lebih tinggi.
4.      Perempuan cenderung memilih jurusan yang berorientasi pada pelayanan di sekolah kejurusan dan muncul/keluar dengan hasil yang lebih baik.
5.      Sekolah kejuruan, lebih efektif dalam menyiapkan murid-murid laki-laki dengan tingkat kemampuan akademik lebih rendah untuk pekerjaan berat sebagai sekolah umum.
Berikut adalah kendala yang dihadapi oleh SMK-SMK yang baru berdiri:
A.    Sarana dan Prasarana.
Ø  Pemerintah selama ini hanya sekedar membangunkan gedung sekolah, maupun gedung bengkelnya saja.
Ø  Pembangunan gedung-gedung sekolah tersebut tidak dilengkapi peralatan –peralatan yang di perlukan untuk kompetensi siswa SMK ( ketrampilan yang diperlukan siswa-siswa SMK), laboratorium, dan juga perpustakaan sekolah. 
B.     Sumber Daya Manusia
Ø  Guru-guru Di SMK yang baru berdiri rata-rata belum memiliki kompetensi yang cukup untuk mengajar SMK, terutama guru-guru produktif  yang biasanya direkrut ketika SMK berdiri sehingga mereka kurang memiliki pengalaman mengajar, pengalaman praktek magang di industri, maupun belum memiliki pengalaman kerja di DUDI, jadi seolah olah SMK Sastra yang akan terbentuk, bukan kematangan dalam praktek di DUDI.
Ø  Kurangnya perhatian pemerintah pusat maupun pemerintah kabupaten /kota untuk memberikan pelatihan terhadap Guru-guru produktif di SMK.
Ø  Kurang  aktipnya  peran pemerinatah dalam membantu SMK untuk bekerja sama dengan dunia Industri, sehingga sekolah harus bekerja sama dengan industri secara mandiri, hal ini dirasa berat bagi sekolah-sekolah yang baru berdiri.
C.      Kebijakan Pemerintah yang masih setengah hati tentang SMK.
Ø  Pemerintah hanya membangunkan gedung teori, gedung bengkel, laboratorium, tanpa dibarengi dengan peralatan – peralatan yang diperlukan.
Ø  Kurang perhatian pemerintah terhadap guru-guru produktif untuk memberikan pelatihan secara terus menerus dan terprogram.
Ø  Kurangnya perhatian pemerintah terhadap guru-guru produktif untuk mengembangkan diri sehingga mereka dapat berkreasi menghasilkan produk baru. 
Ø  Minimnya penghargaan dari pemerintah terhadap guru-guru produktif maupun siswa yang dapat menciptakan karya  baru / inovasi baru  sesuai dengan bidangnya.
Ø  Pemerintah belum memiliki kebijakan yang kongkrit tentang industri yang akan menampung lulusan –lulusan SMK.
Dari hasil penilaian yang dilakukan Bank Dunia dan kendala-kendala yang dihadapi SMK-SMK baru tersebut, bisa kita ambil kesimpulan bahwa tujuan yang ingin dicapai pemerintah dengan menerapkan kebijakan SMK: SMA 70:30, gagal. Pengangguran tidak berkurang malah mengalami stagnansi dan tidak ada perubahan. Selain itu malah menambah masalah di dalam SMK-SMK baru tersebut.
Menurut saya, pengangguran ada bukan karena mereka tidak mendapat pekerjaan. Tapi mereka ada karena pola pikir yang ditanamkan kepada mereka sejak dini dan sejak di sekolah. Disana pola pikir mereka terbentuk bahwa orang yang bekerja adalah mereka yang menjadi PNS, pegawai swasta, pegawai bank, buruh pabrik dan mereka-mereka yang bekerja disuatu tempat dan dibayar oleh orang lain. Dan orang-orang yang disebut bekerja itu adalah mereka yang berhasil. Andaikan sejak kecil dan sejak di sekolah anak-anak diberikan pemahaman bahwa yang berhasil bukanlah mereka yang bekerja saja. Mereka yang berwirausaha dan mempunyai usaha sendiri adalah mereka yang lebih berhasil.
Dari penilaian tersebut, pemerintah harus sigap mengatur jalan keluar yang mungkin dilakukan. Supaya keberadaan SMK membawa manfaat bagi semua pihak terutama bagi peserta didik. Kalau dari awal keinginan pemerintah membuat kebijakan ini adalah untuk mengurangi pengangguran, maka perlu dibuat langkah-langkah strategis supaya niat awal pemerintah untuk mengurangi pengangguran terlaksana.
Dalam laporannya, Bank Dunia juga memberikan rekomendasi terkait dengan ketidakberhasilan kebijakan pemerintah mengenai SMK. Berikut beberapa rekomendasi yang di tawarkan Bank Dunia:
1.      Hentikan pembekuan terhadap SMA, beri perluasan akses terhadap SMA negeri.
2.      Sekolah kejuruan masih memiliki peran penting dalam mendidik tenaga kerja masa depan , tetapi harus ada peningkatan kualitas dan relevansi ketrampilan yang diajarkan.
3.      Mengembangkan kualitas pendidikan kejuruan dengan keterkaitan dengan dunia industri, dan juga mengadopsi dan menetapkan standar pelayanan minimal.
4.      Hindari perumusan penentuan target bagi jumlah sekolah kejuruan, tetapi tentukan proporsi sekolah yang tepat dengan mengikuti pelatihan dan melihat kebutuhan pasar kerja.
5.      Lulusan sekolah harus fleksible sehingga dapat merespon dengan baik perubahan kebutuhan, mengikuti fluktuasi pasar tenaga kerja.
6.      Kembangkan strategi menyeluruh terhadap pendidikan kejuruan, termasuk institusi formal dan non-formal.
Dari keenam rekomendasi yang diberikan Bank Dunia tersebut perlu ditelaah satu persatu, apakah baik untuk diterapkan atau tidak.
Pertama, Hentikan pembekuan terhadap SMA, beri perluasan akses terhadap SMA negeri. Karena terjadi banyak kekurangan dengan adanya SMK-SMK baru yang bertebaran, solusi ini baik karena dengan memberi perluasan akses terhadap SMA negeri maka memberi kesempatan lebih banyak kepada SMA negeri untuk berkembang. Dengan begitu dana yang tadinya untuk pendirian SMK baru bisa dipergunakan untuk pengembangan SMA.
Kedua, Sekolah kejuruan masih memiliki peran penting dalam mendidik tenaga kerja masa depan , tetapi harus ada peningkatan kualitas dan relevansi ketrampilan yang diajarkan. Yap, sangat setuju dengan rekomendasi ini, namun tidak hanya peningkatan kualitas dan relevansi ketrampilan saja yang diajarkan, tapi juga perlunya pengetahuan wirausaha yang memadai. Penanaman pemikiran tentang baiknya berwirausaha daripada bekerja dengan orang lain juga penting. Satu lagi, kalau yang dimaksud tenaga kerja masa depan adalah pekerjaan-pekerjaan yang ada di pabrik dan pekerjaan kelas rendah maka perlu dipikirkan ulang dan perlu ingat.
Dewasa ini banyak sekali pengembangan teknologi; pembuatan robot dengan berbagai jenis dan kegunaannya. Apa tidak mungkin kalau beberapa tahun kedepan peran manusia mulai digantikan robot? Contoh misalnya sekarang sudah ada robot yang bisa mengambil dan mengantarkan makanan kepada pelanggan. Apa tidak mungkin kalau kedepan tidak ada lagi waiter/waitress manusia? Hanya ada dua hal yang mungkin peran manusia tidak digantikan oleh robot, yakni kreatifitas dan imajinasi. Bekali juga para generasi muda itu untuk tidak berhenti berimajinasi dan menelurkan kreatifitas.
Ketiga, Mengembangkan kualitas pendidikan kejuruan yang memiliki keterkaitan dengan dunia industri, dan juga mengadopsi dan menetapkan standar pelayanan minimal. Dengan mengembangkan kualitas pendidikan yang memiliki keterkaitan dengan dunia industri itu berarti kita membatasi pendidikan anak didik kita. Seharusnya pendidikan atau materi yang diberikan di sekolah adalah materi yang bisa dimanfaatkan tidak hanya di dunia industri.
Tapi juga materi yang kiranya relevan dengan ilmu itu yang bisa mereka terapkan ketika dunia industri menolak mereka. Materi wirausaha tentunya. Ini adalah cara antisipasi yang paling tepat untuk mengurangi pengangguran. Misalnya, untuk anak teknik mesin, setelah mereka mendapatkan materi yang biasa diterapkan di dunia industri, mereka juga harus diberi bekal materi lain yang bisa diterapkan sendiri. Servis motor misalnya, standar menservis motor dari bengkel satu dan bengkel lain pastinya sama, namun ketika anak itu mempunyai trik khusus dalam pelayanan menservis motor, maka ketika dia tidak diterima bekerja di bengkel, dia bisa membuat usaha servis motor sendiri. Dengan trik-trik manajemen yang handal, pasti tidak kalah dengan usaha bengkel yang sudah lama berdiri.
Keempat, Hindari perumusan penentuan target bagi jumlah sekolah kejuruan, tetapi tentukan proporsi sekolah yang tepat dengan mengikuti pelatihan dan melihat kebutuhan pasar kerja. Yap, tepat sekali kalau pemerintah merumuskan proporsi sekolah yang tepat untuk SMK. Seperti apa SMK yang tepat dan cocok dengan kondisi Indonesia saat ini. Pun juga jangan lupa, jangan hanya membuatnya disesuaikan dengan pasar kerja. Iya kalau semua bisa terserap pasar kerja, kalau tidak? Lagi-lagi kata “menganggur” membanyang. Harus ada materi atau pelatihan untuk mengantisipasi jika anak-anak yang sekolah di SMK tidak terserap pasar kerja.
Kelima, Lulusan sekolah harus fleksible sehingga dapat merespon dengan baik perubahan kebutuhan, mengikuti fluktuasi pasar tenaga kerja. Harusnya bukan hanya mengikuti fluktuasi pasar tenaga kerja tapi mengikuti fluktuasi keadaan dan perubahan lingkungan.
Keenam, Kembangkan strategi menyeluruh terhadap pendidikan kejuruan, termasuk institusi formal dan non-formal. Yap, semua lapisan masyarakat dan pemerintah harus menerapkan strategi tepat dalam pendidikan kejuruan. Seperti ide yang pernah dilontarkan Prof Sutama, beliau mengatakan harusnya pemerintah daerah memberikan keluasan berwirausaha pada lulusan SMK dan masyarakat umumnya dengan cara memberikan pajak yang tinggi untuk usaha yang dikembangkan orang dari luar daerah tersebut. Toko roti misalnya, beri pajak yang tinggi jika ada toko roti yang akan membuka cabang di solo. Dengan begitu produk roti asli solo bisa bersaing dengan pendatang. Dan para pelaku bisnis kue yang datang di Solo juga mungkin akan berfikir sekian kali dengan tingginya pajak yang ada.
Dengan rekomendasi yang ada untuk memperbaiki kebijakan tersebut, kedepan keberadaan SMK diharapkan bisa memberikan manfaat yang lebih baik untuk semua pihak. Terutama untuk murid-murid SMK itu sendiri. Selain itu bisa menerapkan ketiga Asas yang tercantum dalam roh Taman Siswa. Pertama, Asas Kemandirian Manusia, 2. Asas Among, 3. Asas Kebudayaan. Dimana ketiga proses pendidikan tersebut menghargai nilai-nilai luhur kemanusiaan yaitu manusia yang berdiri sendiri, yang didalam perkembangannya memerlukan bantuan orang lain yaitu pendidik yang bukan mendominasikannya tetapi yang membantunya agar menjadi pribadi yang berdiri sendiri, mandiri dan bertanggungjawab.
 Ketika hal-hal tersebut bisa dijalankan berbarengan dengan pendidikan skill, maka kita, pemerintah dan orangtua tidak perlu takut dengan yang namanya “menganggur” dan “pengangguran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar